Review Film The Angels’ Share

review-film-the-angels-share

Review Film The Angels’ Share. Pada 4 Oktober 2025, film “The Angels’ Share” karya Ken Loach kembali mencuri perhatian di tengah gelombang nostalgia sinema sosial Eropa, tepat 13 tahun setelah rilis perdananya yang kontroversial di Cannes—di mana ia sapu Jury Prize sambil picu debat soal kelas pekerja Skotlandia. Di era pasca-pandemi di mana isu pengangguran muda dan harapan tipis makin relevan, revival ini pas banget: streaming di Criterion Channel naik 10% sejak akhir September berkat thread X yang puji sebagai “wee dram of bliss” untuk malam santai. Sutradara legendaris Loach, 88 tahun dan masih aktif dengan proyek baru seperti “Young Mothers”, ciptakan komedi ringan tapi pedas ini dari skrip Paul Laverty, bintangi debutan Paul Brannigan sebagai Robbie. Bagi penonton Indonesia yang suka campur tawa dan renung ala “Trainspotting” versi lembut, ini review terkini: dari inti cerita hingga pro-kontra, biar Anda siap tonton ulang tanpa buang waktu. BERITA TERKINI

Ringkasan Singkat dari Film Ini: Review Film The Angels’ Share

“The Angels’ Share” ikuti Robbie, ayah muda Glasgow yang lolos penjara tipis-tipis setelah tawuran, tapi divonis program kerja komunitas demi putranya yang baru lahir. Bersama tiga sahabat—Danny si pemarah, Leon si pemabuk kronis, dan pintu masuk ke dunia pekerjaan—mereka dikirim ke distilleri whisky di Speyside, di mana tur panduan ungkap rahasia “angels’ share”: bagian spirit yang menguap saat penuaan, simbol harapan hilang yang ironis. Robbie, yang nikmati rasa pertama kali, terinspirasi jadi “nose” atau pencium ahli, dan kelompok ini rencanakan skema gila: curi stok langka untuk jual untung besar, sambil hindari pengawas Harry (John Henshaw) yang curiga. Durasi 101 menit, film ini alir cepat ala Loach: dialog Glaswegian tebal (subtitle wajib), visual hijau Skotlandia kontras kelabu kota, tanpa efek dramatis berlebih. Endingnya bittersweet, soroti bagaimana satu kesempatan kecil ubah nasib, tapi tak janjikan utopia. Cast pendukung seperti Siobhan Reilly sebagai Leonie tambah kedalaman emosional, sementara Brannigan—eks-napi nyata—bawa autentisitas mentah. Secara keseluruhan, ini bukan heist Hollywood, tapi caper sederhana yang pakai whisky sebagai metafor peluang menguap di kelas bawah.

Apa yang Membuat Film Ini Sangat Populer: Review Film The Angels’ Share

Kesuksesan “The Angels’ Share” tak pudar karena Loach’s signature: komedi sosial yang tajam tapi hangat, raih Oscar nominee Best Foreign Language 2013 dan Jury Prize Cannes 2012, dengan RT 87% yang bikin kritikus sebut “uplifting romp”. Di 2025, buzz naik dari rekomendasi X seperti post 26 September yang saranin ke podcaster sebagai “very funny film”, capai views kecil tapi dorong diskusi cinephile soal redemption muda. Streaming revival di platform seperti Netflix Eropa picu lonjakan, terutama pas musim gugur di mana tema “wee dram” nyambung ke cozy watch—seperti thread Juli lalu yang bandingkan dengan “Fargo” versi Skotlandia. Debut Brannigan jadi magnet: dari aktor amatir ke ikon, chemistry dengan trio sahabat bikin dialog alami, seperti Roger Ebert puji “mercurial human beings” yang hidup. Tema universal—pengangguran kronis ala Mike Leigh, tapi dengan twist whisky yang fun—nyambung Gen Z di era gig economy, di mana post X sebut “class-conscious charm” untuk yang bosan romcom kosong. Faktor lain: lokasi autentik Glasgow dan Speyside, plus soundtrack folk rock pas, bikin quote-able seperti “angels’ share” yang viral di TikTok edit. Hasilnya, film ini staple di festival seperti Edinburgh 2024, dari 2012 hits jadi rekomendasi 2025 untuk yang cari tawa pilu tanpa pretensi.

Sisi Positif dan Negatif dari Film Ini

Positifnya melimpah: Loach gabung humor absurd dengan politik halus, bikin heist terasa segar—Guardian sebut “warm, deftly-plotted” yang blend comedy dan drop hard stuff tanpa paksaan. Brannigan’s performance raw curi hati, dari marah awal ke nose tajam, sementara ensemble seperti Reilly beri kedalaman tanpa overact; NPR puji “class-conscious romp” yang uplifting, soroti solidaritas pekerja muda di tengah kemiskinan. Visual hijau Speyside kontras abu Glasgow tambah lapisan, soundtrack indie pas buat mood caper, dan ending satisfying beri harapan realistis—Film Comment sebut “lovely if slight comedy” yang demand attention. Ini juga timely: komentar soal chronically unemployed nyambung isu sekarang, cocok fans “I, Daniel Blake” yang mau versi ringan. Negatifnya, plot kadang off the rails—That Shelf kritik devolves into larky wishful caper yang terlalu sederhana, pacing lambat di awal bikin frustasi bagi yang cari aksi cepat. Beberapa segmen terasa slight, seperti subplot Leonie kurang dieksplor, dan akcent Glaswegian tebal bisa bingung non-native tanpa subtitle tajam; NYT sebut “hard slap” yang sting lingers, tapi tak semua tahan bittersweet-nya. Di Metacritic 72/100, kritik sebut “charming little trip” tapi nothing exceptional—cocok arthouse, tapi meh untuk blockbuster hunter. Secara keseluruhan, A untuk social comedy lover, B untuk yang butuh plot ketat.

Kesimpulan

Di Oktober 2025, “The Angels’ Share” bukti Loach’s timeless touch: dari ringkasan caper whisky yang menyentuh hingga popularitas X revival dan Cannes legacy, plus pro-kontra yang seimbang, ini rekomendasi wajib buat malam renung kelas bawah. Dengan 13 tahun usia, film ini ingatkan: angels’ share mungkin menguap, tapi semangat bertahan tak pernah hilang. Jika Anda lagi capek rutinitas, tekan play; kalau sudah, bagiin cerita favorit di X. The Angels’ Share tak sempurna, tapi seperti dram baik—hangatkan hati tanpa mabuk berat. Selamat nonton, dan semoga peluang Anda tak menguap sia-sia.

 

BACA SELENGKAPNYA DI…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *