Review Drama Korea Terlaris : The Soul-Mate. The Soul-Mate (2025), drama Korea yang disutradarai Shunki Hashizume, langsung jadi fenomena sejak rilis perdana di Netflix pada Agustus lalu. Sebagai adaptasi bebas dari novel Jepang yang mengeksplorasi ikatan jiwa antar dua pria, serial 8 episode ini campur romansa mendalam, drama emosional, dan elemen BL (Boys’ Love) yang halus. Dibintangi Hayato Isomura sebagai Ryu Narutaki, pemuda Jepang yang lari dari masa lalu, dan Ok Taecyeon sebagai Johan Hwang, petinju Korea penuh luka batin, cerita ini telusuri perjalanan mereka selama satu dekade di Berlin. Dengan rating TV-MA untuk tema dewasa seperti trauma dan identitas, drama ini tak hanya hibur tapi juga angkat diskusi soal representasi queer di Asia. Di tengah tahun 2025 yang penuh K-drama kompetitif, The Soul-Mate capai 15 juta jam tayang global dalam minggu pertama, jadi salah satu terlaris Netflix Korea. Apakah layak hype-nya, atau cuma sensasi sementara? Mari kita bedah apa yang bikin serial ini nempel di hati penonton. BERITA BASKET
Sinopsis yang Menyentuh Jiwa dan Penuh Konflik: Review Drama Korea Terlaris : The Soul-Mate
Cerita dimulai di Berlin yang dingin, di mana Ryu Narutaki—pria Jepang yang hancur karena tak sengaja merusak hidup sahabatnya—nyaris tewas dalam momen putus asa. Ia diselamatkan oleh Johan Hwang, petinju Korea yang juga bawa beban masa lalu berat, seperti kehilangan keluarga dan perjuangan identitas di negeri asing. Dari pertemuan tak sengaja itu, keduanya bangun ikatan lambat tapi kuat: Ryu temukan kenyamanan di kekuatan Johan, sementara Johan lihat bayang harapan di kerapuhan Ryu. Serial ini lompat waktu selama 10 tahun, dari Berlin ke Tokyo dan Seoul, tunjukkan bagaimana nasib mereka saling terkait—kadang harmonis, kadang brutal.
Hashizume pintar bangun narasi non-linear, campur flashback emosional dengan momen sekarang yang penuh ketegangan. Episode awal fokus pada “pertemuan jiwa” yang manis, seperti latihan tinju malam hari yang jadi metafor penyembuhan, tapi segera geser ke konflik nyata: tekanan budaya, homofobia tersirat, dan pilihan hidup yang memisahkan. Twist di episode tengah ungkap rahasia masa lalu Johan yang bikin Ryu ragu, ciptakan klimaks romansa yang tak terduga. Durasi episode 50-60 menit terasa pas, dengan akhir seri yang bittersweet—bukan happy ending klise, tapi pesan soal cinta yang tak selalu selamanya. Bagi penggemar BL, ini lebih dari fan service; ia gali esensi hubungan manusiawi di tengah luka batin.
Kekuatan Akting dan Produksi yang Memukau: Review Drama Korea Terlaris : The Soul-Mate
Hayato Isomura jadi jiwa serial ini sebagai Ryu—ia gabungkan kerentanan remaja dengan kedewasaan pahit, tatapannya saat cerita masa lalu muncul bikin penonton ikut sesak. Ok Taecyeon, mantan member 2PM, transformasi total jadi Johan: dari petinju kasar ke pria lembut yang rapuh, chemistry-nya dengan Isomura terasa autentik, terutama di adegan intim seperti pelukan di bawah hujan Berlin yang penuh emosi. Pemeran pendukung seperti teman Ryu di Jepang (peran kecil tapi impactful) tambah lapisan, tanpa curi spotlight.
Produksi Netflix kelas atas: syuting di lokasi asli Berlin, Tokyo, dan Seoul bikin visual cerah tapi melankolis, dengan sinematografi dingin yang kontras hangatnya ikatan duo utama. Soundtrack orisinal, termasuk lagu tema ballad ala IU yang haunting, dukung mood setiap episode—bayangkan piano lembut saat Ryu dan Johan bagi cerita malam. Editing non-linearnya halus, tak bikin bingung, dan elemen BL ditangani sensitif: tak ada adegan eksplisit berlebih, tapi sentuhan halus seperti tatapan lama yang bilang lebih dari kata-kata. Ini bukti Korea mulai berani angkat queer story tanpa sensasionalisme, meski tetap aman untuk pasar Asia.
Kelemahan dan Respons Penonton yang Hangat
Meski kuat, The Soul-Mate punya celah yang bikin sebagian penonton kecewa. Beberapa subplot, seperti perjuangan Johan di ring tinju, terasa kurang tergali—lebih jadi alat plot daripada arc mandiri. Ending bittersweet-nya juga kontroversial: bagi yang cari romansa manis, terasa terlalu realistis dan “sakit hati”, sementara penggemar BL bilang kurang “payoff” setelah build-up panjang. Di forum seperti Reddit, ada diskusi panas soal representasi—beberapa puji sebagai langkah maju untuk queer Asia, tapi yang lain kritik pacing episode akhir yang terburu-buru.
Respons keseluruhan positif: di MyDramaList, rating 8.2/10 dari 5 ribu ulasan, dengan pujian buat chemistry dan tema healing. Netflix catat 15 juta jam tayang minggu pertama, dorong trending global di 20 negara—terlaris di Jepang dan Korea, diikuti Eropa. Penonton kasih 85% approval di platform review, sebut “touching dan brave”, meski ada keluhan soal subtitle Jepang-Korea yang kadang kurang akurat. Di komunitas BL, serial ini dibandingkan Semantic Error tapi lebih dewasa, dengan lonjakan diskusi soal mental health. Secara komersial, sukses ini buka pintu proyek BL Netflix lain, meski tantangannya tetap di penerimaan budaya Asia yang konservatif.
Kesimpulan
The Soul-Mate adalah drama Korea 2025 yang tak hanya laris, tapi juga berani—dengan Isomura dan Taecyeon yang ciptakan ikatan jiwa yang bikin nagih, serial ini bukti BL bisa lebih dari hiburan ringan jadi cerita penyembuhan mendalam. Dari Berlin yang sepi ke jalanan Seoul ramai, ia telusuri luka dan cinta dengan sensitivitas yang langka, meski ending-nya bikin hati perih. Di era K-content yang meledak, ini jadi rekomendasi wajib untuk yang suka romansa emosional—nonton di Netflix, dan siap-siap renungkan jiwa mate-mu sendiri. Skor 4.2/5: touching, brave, dan tak terlupakan, persis seperti pertemuan yang ubah segalanya.