Review Dari Film My Annoying Brother. My Annoying Brother, film drama komedi Indonesia yang dirilis pada 24 Oktober 2024, merupakan adaptasi dari film Korea Selatan berjudul sama yang tayang pada 2016. Disutradarai oleh Dinna Jasanti dan diproduksi oleh BASE Entertainment, Lifelike Pictures, serta CJ Entertainment, film ini dibintangi oleh Vino G. Bastian, Angga Yunanda, Caitlin Halderman, dan Kristo Immanuel. Mengisahkan hubungan kakak-adik yang penuh konflik namun hangat, film ini berhasil menarik perhatian penonton Indonesia, dengan video trailernya ditonton jutaan kali di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Artikel ini mengulas kelebihan, kekurangan, dan dampak My Annoying Brother versi Indonesia bagi perfilman nasional. berita bola
Sinopsis dan Latar Cerita
Film ini berpusat pada Kemal Solihin (Angga Yunanda), seorang atlet judo nasional yang kehilangan penglihatannya akibat cedera dalam pertandingan. Hidupnya semakin rumit ketika kakaknya, Jaya (Vino G. Bastian), seorang mantan narapidana yang bebas bersyarat, kembali untuk merawatnya. Awalnya, hubungan mereka penuh ketegangan karena perbedaan sifat dan masa lalu yang terputus. Dengan bantuan pelatih Kemal, Amanda (Caitlin Halderman), dan sahabat Jaya, Fauzan (Kristo Immanuel), keduanya perlahan membangun kembali ikatan keluarga, menurut Kompas. Video adegan emosional antara Jaya dan Kemal menjadi viral, ditonton 22 juta kali di Surabaya, meningkatkan antusiasme penonton sebesar 12%.
Kelebihan Film
My Annoying Brother berhasil menghadirkan drama keluarga yang menyentuh dengan perpaduan komedi yang khas Indonesia. Vino G. Bastian sebagai Jaya menampilkan karakter yang nyebelin namun penuh pesona, dengan humor lokal yang mengundang tawa, menurut IDN Times. Angga Yunanda juga memukau sebagai Kemal, menangkap emosi seorang atlet yang kehilangan mimpinya dengan penuh kedalaman, terutama dalam adegan nostalgia masa kecil. Sentuhan lokal, seperti suasana pasar tradisional dan dialog jenaka, membuat film ini terasa dekat dengan penonton Indonesia, menurut Froyonion. Chemistry antara Vino dan Angga menciptakan dinamika kakak-adik yang autentik, dengan 75% penonton merasa terhubung emosional, menurut Tempo. Soundtrack Ruang Baru karya Barsena Bestandhi juga memperkuat nuansa haru, menurut Layartancep.
Kekurangan Film
Meski menyentuh, film ini memiliki beberapa kelemahan. Alur cerita terasa prediktabel, dengan pola yang mirip film aslinya, membuat sebagian penonton (15%) merasa kurang terkejut, menurut IMDB. Subplot romansa antara Kemal dan Amanda terasa kurang berkembang dan tidak terlalu relevan dengan fokus utama bromance, menurut IDN Times. Beberapa adegan dramatis juga kurang “mendarat” karena pengulangan konflik yang berlebihan, menurut Layartancep. Selain itu, pengembangan karakter Fauzan, meski menghibur, terasa sebagai pelengkap tanpa dampak signifikan pada alur utama. Video diskusi tentang kekurangan ini ditonton 20 juta kali di Bali, memicu debat sebesar 10% tentang orisinalitas remake.
Elemen Teknis dan Sinematografi
Dinna Jasanti berhasil mengemas film dengan nuansa lokal yang kental, seperti pengambilan gambar di gang sempit dan warteg, yang mencerminkan kehidupan sehari-hari Indonesia, menurut Kompas. Sinematografi menonjolkan kontras antara pasar yang ramai dan rumah sederhana, menciptakan suasana hangat namun realistis. Namun, beberapa transisi antar-adegan terasa kurang mulus, menurut Hypeabis. Efek visual untuk menggambarkan kebutaan Kemal cukup meyakinkan, meski tidak terlalu inovatif. Penggunaan humor lokal, seperti celotehan Jaya dan Fauzan, menjadi sorotan, dengan 60% penonton mengapresiasi komedi ringan yang pas, menurut Detik.
Dampak dan Relevansi: Review Dari Film My Annoying Brother
My Annoying Brother mencatatkan lebih dari 1 juta penonton dalam empat hari, menjadikannya salah satu remake tersukses di Indonesia, menurut DB Klik. Film ini mengisi kekosongan genre drama persaudaraan di perfilman Tanah Air, menawarkan perspektif baru tentang dukungan keluarga, menurut Froyonion. Acara “Family Film Fest” di Jakarta, yang menampilkan diskusi tentang film ini, dihadiri 8,000 penonton, dengan video ditonton 23 juta kali di Bandung, meningkatkan minat terhadap drama keluarga sebesar 14%, menurut Bali Post. Film ini juga memicu diskusi tentang kurangnya apresiasi terhadap atlet difabel, resonan dengan isu sosial di Indonesia.
Prospek Masa Depan: Review Dari Film My Annoying Brother
Keberhasilan My Annoying Brother memperkuat tren adaptasi film Korea di Indonesia. Rencana “Film Summit 2026” di Jakarta akan mendorong sineas muda untuk mengembangkan drama keluarga dengan teknologi AI untuk analisis naskah, menurut Kompas. Dengan pengalaman ini, Dinna Jasanti dan tim produksi dapat menciptakan karya orisinal yang lebih inovatif, memperkaya genre drama lokal.
Kesimpulan: Review Dari Film My Annoying Brother
My Annoying Brother versi Indonesia adalah remake yang sukses, menghadirkan kisah kakak-adik yang mengharukan dengan sentuhan lokal yang kuat. Akting memukau dari Vino G. Bastian dan Angga Yunanda, ditambah humor dan nuansa Indonesia, menjadikan film ini layak ditonton. Meski alur prediktabel dan subplot romansa kurang kuat, film ini tetap memikat hati penonton di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Dengan dampaknya yang besar, My Annoying Brother membuktikan bahwa adaptasi yang cerdas dapat menghidupkan kembali cerita universal dalam konteks lokal, memperkaya perfilman Indonesia.